Setelah dua setengah tahun bersama sekeluarga merantau di Malaysia, akhirnya tiba saat kembali ke Jogja. Tiket Kuala Lumpur-Solo sudah di tangan sejak menjelang akhir tahun 2010. Maklumlah, kami cari tiket murah AirAsia (tiket promo) yang biasanya harus di
booking beberapa bulan sebelumnya. Tercantum pada tiket, tanggal keberangkatan 22 Maret 2011. Inilah waktu yang telah kami pilih untuk menapak kembali ke bumi pertiwi yang kami rindu, dengan berbagai pertimbangan. Antara lain visa kami yang akan berakhir awal April 2011. Padahal awalnya kami berencana pulang Juni 2011, menyesuaikan waktu kenaikan kelas Sayyid dan Asya. Kalau kami lakukan perpanjangan visa yang biayanya cukup besar tapi hanya digunakan dua bulan, tentu jadi pemborosan. Kalau exten setahun di Malaysia tidak bisa juga, karena insya Allah September Ummi masuk kerja.
So, tanggal 22 Maret menjadi pilihan terbaik kami.
Menjelang kepulangan kami ke tanah air, benar-benar waktu kami full untuk persiapan kepindahan. Bersyukur ada teman dari Jawa Timur yang melanjutkan sewa rumah kami. Jadi dalam membereskan rumah lebih ringan. Coba kalau seperti teman-teman yang pindahan terus mesti ngosongin rumah. Lha, di Malaysia ini gak kayak di Indonesia yang mudah memberikan barang-barang perabot. Dipan, kasur, rak, meja dll kalau gak ada yang mau kan, malah susah mbuangnya?
Semua keperluan untuk penerbangan ke Solo sudah kami persiapkan hingga menjelang tengah malam, malam terakhir di Malaysia (kecuali suami yang akan balik lagi). Perasaan kami bercampur aduk antara bahagia, terharu dan ...sedih! Tentu saja bahagia kan, mau balik ke tanah air tercinta, kumpul sama ortu, keluarga besar, teman-teman dll. Terus kenapa kok, ada sedihnya, nih? Yah....perpisahan selalu menyisakan rasa kehilangan yang berujung pada kesedihan. Ya, kehilangan sahabat-sahabat, teman-teman yang sudah begitu lekat dalam kehidupan kami di Malaysia. Suka duka telah kami lalui dalam ikatan persaudaraan yang indah.
Pada hari keberangkatan kami pagi itu mendung dan gerimis, seakan merasakan kesedihan akan perpisahan ini. Kami diantar Mas Adhi dan Mbak Lily sekeluarga, dan calon roomate suami menyetir mobil kami, Bang Zulham dari Medan. Di bandara, Sayyid-Adzra-Asya terlihat sendu. Adzra berkeinginan mengantar kami sampai naik eskalator menuju ruang imigresyen. Sebelum check in selesai, mereka ternyata sudah tidak dapat menahan isak tangis lagi. Air mata membanjiri pipi-pipi mereka, sambil terdengar isakan yang cukup keras. Kesedihan mereka sangat dalam. Bagaimana tidak, kami selalu HS bareng secara periodik. Rekreasi bareng di mana sarana wisata juga menjadi ajang HS bagi kami. Belum lagi acara pengajian anak bareng. Silaturahmi bareng, olahraga bareng dll bareng. Tanggal ini merupakan waktu yang kami tunggu, meski harus diiringi kesedihan. Tapi kata Adzra kepada Ummi Lily, waktu ini justru waktu yang paling tidak dia harapkan. Begitulah... Dua keluarga HS akhirnya harus berpisah, Semoga Mbak Lily sekeluarga istiqomah dalam menjalankan HS untuk putra putrinya.
Selama di ruang 'imigresyen', ruang tunggu, bahkan di dalam pesawat, tidak henti Sayyid dan Asya menumpahkan air mata. Ummi pun jadi ikut terharu dan turut meneteskan air mata. Sebenarnya air mata kami mempunyai nilai keindahan. Keindahan persaudaraan, persahabatan. Air mata kami menjadi bukti ikatan hati yang kuat dalam dua keluarga ini. Anak-anak kami senantiasa saling memberikan tanda mata sebagai bentuk kasih sayang dan sebagai kenang-kenangan setelah berpisah. Kenang-kenangan terakhir dari Adzra adalah buku harian dengan cover foto-foto mereka. Mereka berjanji untuk mengisi buku harian masing-masing, dan suatu saat bila ketemu akan saling menunjukkan tulisan apa yang tertuang dalam buku harian itu.
AirAsia membelah angkasa yang pagi hingga siang itu sejak dari Bandara LCCT Sepang sampai Bandara Adisumarmo senantiasa mendung. Semendung hati kami.Tapi harapan kami mendung ini akan segera berganti menjadi cerah, secerah cita-cita kami dalam merajut perjuangan kembali di tanah pertiwi.
Goodbye Malaysia!