Monday, October 19, 2009

Mogok Lagi

Bulan Oktober ini genap setahun aku dan anak - anak kumpul sama suami di Malaysia. Tepatnya tgl. 7 Okt tahun lalu kami datang ke Malaysia. Lika - liku mendampingi anak - anak dalam menjalani pendidikan sekolah mereka sungguh memberikan banyak pelajaran bagi kami.

Bagi sebagian orang mengalami kendaraan mogok atau macet benar - benar bikin pusing, bahkan bisa bikin kita malu. Aku pun tidak hanya sekali dua kali mengalami hal ini, motor mogok atau bahkan mobil yang mogok (tapi masih untung saat ada suami). Pusing karena repot tentu, ditambah lagi biaya bengkel yang mahal, tapi gak usah malu lah, EGP? Namun aku masih bersyukur bisa menghadapi kejadian - kejadian itu dengan emosi terkendali, toh ketika di Jogja pun aku juga sering mengalami kejadian begitu. Maklum resiko naik mobil tua ;-(.

Nah...terus apa hubungannya dengan pelajaran mendampingi anak - anak sekolah?

Lha ini masalahnya! Kalau motor atau mobil mogok menurutku lebih mudah menghadapinya daripada anak yang mogok sekolah. Walah..dulu dah pernah mogok sekolah kok sekarang mogok lagi?? Ya, dulu tidak mau sekolah di Sekolah Kebangsaan setelah uji coba sekitar 1 minggu. Nah, sekarang setelah 7 bulan sekolah di Sri Ayesha dengan prestasi akademik yang bagus, e..kok tidak mau sekolah lagi. Memang terasa berat hari - hari menjelang Ramadhan karena Si Sulung Sayyid yang biasanya semangat bersekolah kok menunjukkan gelagat malas - malasan sekolah. What's going on?

Yang sudah kami hapal dari kebiasaan Sayyid ketika ada masalah adalah dia akan bersikap yang diluar kebiasaannya. Contoh ketika masih duduk di kelas 1 SDIT Alam Nurul Islam. Dua hari berturut - turut tiap pagi tidak mau berangkat ke sekolah disertai wajah sedih. Setiap ditanya kenapa gak mau sekolah, sederet alasan disebutkan yang mengandung keganjilan. Misalnya capek olahraga/senam pagi, padahal sebelumnya gak pernah mengeluh dengan kegiatan ini. Atau gak suka pakai seragamnya atau gak mau minum susu sapi setelah olahraga, dll. Sederet solusi pun kami tawarkan tapi tidak ada yang diterima, tetap wajahnya menunjukkan kesedihan bahkan akhirnya menangis (tetapi bukan cengeng). Setelah kuajak bicara dari hati ke hati, mengakulah Sayyid kalau dia sedih karena Abinya akan segera berangkat ke Malaysia lagi. Sayyid pun langsung menangis tergugu, ingin ikut abinya. Betapa sebelumnya dia bahagia bisa sekitar satu bulan bersama dengan Abinya yang sedang cuti Ramadhan dan Lebaran, namun tiba - tiba harus berpisah lagi. Hatiku pun jadi ikut sedih mendengar penuturan polosnya..

Ternyata setelah kami sampaikan hal ini kepada guru kelasnya, Ustadzah Rita, beliau pun cerita bahwa 2 hari yl. Sayyid menangis di sekolah di saat acara bernyanyi di luar kelas. Di tengah keceriaan teman - temannya justru Sayyid bersedih :-(. Akhirnya dimulailah hari - hari yang sulit bersekolah lebih sulit dari pertama beradaptasi masuk ke kelas 1 yang hanya perlu waktu 3 hari. Aku sendiri tidak ingat perlu berapa lama untuk membuat Sayyid stabil lagi menikmati sekolah. Yang jelas kerjasama dan bantuan dari Ustadzah Rita dan Ustadz Budi sebagai wali kelas sangat besar perannya dalam membangkitkan motivasi Sayyid bersekolah.

Untuk sekarang ini masalah mogok sekolah yang muncul lagi memang membuat kami berpikir keras mengatasinya. Komunikasi dengan pihak sekolah sudah dilakukan, saat itu pun serasa sumber masalah sudah diketemukan. Ada rasa takut dalam diri Sayyid di saat teman - teman kelasnya yang nakal dihukum sama gurunya. Ternyata ada beberapa temannya yang nakal dikelompokkan dalam satu bangku dan diposisikan bangkunya di depan sendiri, tepat di depan meja guru kelas. Anak - anak ini dikatakan guru kelas suka nakal, buat ulah, buat gaduh. Kata Sayyid, mereka bisa dapat hukuman ditegur, dicubit, atau dipukul. Sayyid takut meskipun sudah diberi penjelasan bahwa guru tidak marah dengan Sayyid, kalau Sayyid tidak gaduh atau nakal kan tidak dimarahi atau dihukum dst. Kami selalu mendiskusikan hal ini dengan Sayyid, meyakinkannya untuk tidak takut dan mau sekolah lagi, memotivasinya semangat sekolah lagi. Abinya juga akan selalu menekankan apakah Sayyid benar - benar paham dengan penjelasan yang disampaikan akan permasalahan ini. Sayyid bilang sudah paham.

Namun berbagai langkah yang sudah ditempuh untuk mengembalikan Sayyid bersekolah ternyata tidak semudah apa yang diperkirakan. Seakan - akan saat Sayyid ditinggal di ruang Kepala Sekolah dan Direktur Sekolah oleh Abinya atas permintaan Direktur Sekolah sudah memberikan semacam latihan bagi Sayyid untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan kelasnya. Direktur pun mengira Sayyid "fine" saat itu. Padahal sudah disampaikan suami bahwa Sayyid mau datang ke sekolah dengan janji ditungguin dulu. Alhasil pas saat aku jemput pulang, Sayyid memprotes tindakan Abi dan menyebutnya telah berbohong pada Sayyid. Tentu kusampaikan pengertian bahwa Direktur lah yang menyuruh Abi meninggalkan Sayyid bla bla.. Tapi Sayyid tidak mau menerima penjelasanku.

Di rumah kami diskusikan dengan Sayyid bagaimana dia di sekolah hari itu. Ternyata saat Sayyid ditinggal di ruang Direktur, akhirnya Sayyid ditinggal sendiri (kukira dimaksudkan agar menenangkan pikiran Sayyid)hingga akhirnya Sayyid menangis. Ada seorang guru perempuan kelas empat(yang suka mengajak bicara Sayyid) menghampiri Sayyid dan mengajaknya bicara lalu mengajaknya masuk kelas. Tampaknya guru ini bisa mengajak Sayyid berkomunikasi dengan baik. Kami dukung Sayyid agar dia besoknya pergi ke sekolah seperti biasanya dulu, seperti saat semangatnya tinggi hingga belajar pun dilakukan atas kesadarannya sendiri dengan rasa senang (sejak kelas 1 sudah tumbuh dalam dirinya kemandirian belajar). Kami pun menjanjikan 'reward' bila dia tambah rajin sekolah.

Besoknya Sayyid masih mau bersekolah meskipun kata suami saat ditinggal wajahnya sedih banget. Tetapi nyatanya itu terakhir kali Sayyid mau sekolah. Tetap saja sampai di rumah Sayyid menyatakan tidak sukanya bersekolah, sudah kami ajak bicara lagi untuk mengetahui masalahnya di mana. Tetapi dari yang kami amati, tampaknya Sayyid tetap merasa tidak nyaman dengan guru kelasnya. Terus menerus kami ajak berkomunikasi untuk memberikan 'support' bagi Sayyid. Berbagai cerita, memori positif pengalamannya bersekolah, dst yang kami rasa bisa menggugah semangatnya tidak mempan juga. Ketika diusulkan pindah kelas yang lain yang katanya lebih kondusif pun tidak mau sama sekali. Bahkan kami iming-imingi hadiah (rekreasi, jatah main game ditambah, beli televisi kebetulan tv rusak dll) tetap tidak mempan. Saatnya menjadi genting karena emosi mulai merasuki kami. Ancaman pun dikeluarkan seperti no school means no game, no tv (include watching tv at neighbour's home), no snack, work at home cleaning the floor etc. Semakin keras kami beri hukuman semakin berontaklah dia. Terkadang dia menerima nego untuk hadiah terutama rekreasi dan beli TV. Mulailah Sayyid menyusun rencana kapan dan ke mana mau rekreasi. Tapi beberapa jam kemudian keraguan muncul lagi di hatinya. Bahkan dia selalu menyatakan ingin pulang ke Indonesia dan sekolah lagi di SDIT Alam Jogja.

Aku pun selalu mengingatkan Sayyid masa - masa sulit dia harus menahan rindu kepada Abinya, keinginannya yang kuat untuk menyusul Abinya harus ditahan menunggu aku bisa cuti diluar tanggungan negara. Bahkan pernah setelah kami kumpul di Malaysia kemudian Abinya ada acara menginap, Sayyid jadi bete banget merasa kehilangan Abinya meski hanya 1 malam. Apalagi ketika ditinggal beberapa malam 'conference' di Pulau Langkawi (bersamaan aku kondisi teler hamil muda)! Lha kalau pulang ke Jogja ya..bisa diprediksi nantinya akan sering bete saat kangen Abinya!

Langkah - langkah yang kami lakukan dalam mengatasi masalah mogok sekolah ini memerlukan waktu yang cukup lama, dan sungguh memeras pikiran. Padahal akhir Oktober Sayyid harus menghadapi tes akhir kenaikan kelas yang bersamaan dengan Hari Perkiraan Lahir bayi yang kukandung. Was - was? Tentu muncul perasaan itu. Demi untuk mengembalikan Sayyid mau sekolah lagi maka kutawarkan kutungguin dulu di sekolah. Itu pun setelah dipaksa akhirnya Sayyid mau, tapi ya itu..dilarang BOHONG! Dalam kondisi hamil tua aku nungguin Sayyid di sekolah. Pihak sekolah tentunya mengharapkan Sayyid ditinggal saja. Aku sih mau - mau saja, tapi JANJI harus ditepati. Biarlah prosesnya bertahap. Mungkin sekilas penilaian orang lain maupun pihak sekolah menitikberatkan kok ditungguin terus. Sedangkan penilaianku ada kemajuan dari raut wajah Sayyid yang di hari pertama wajahnya mau nagis aja. Tapi di hari ke-3 sudah lebih enjoy. Kesempatan di sekolah kugunakan untuk berkomunikasi dengan Direktur, Kepsek, dan guru kelas. Kuceritakan bagaimana karakter Sayyid yang sejak playgroup emosinya naik turun. Kalau lagi semangat jangan ditanya rajinnya, tapi kalau lagi ada masalah mudah 'down' jadi harus dimotivasi dan diajak komunikasi. Info dari pihak sekolah sehari - hari Sayyid ya pendiam, rajin dan prestasi akademik bagus. Tidak dipungkiri memang prestasi akademik bagus padahal Sayyid harus menyesuaikan dengan banyak mata pelajaran berbahasa Inggris, Melayu, Arab dan pelajaran agama dengan tulisan Jawi. Terakhir Sayyid menduduki rangking 4 di kelasnya. Tapi saat aku menungguin di kelas dan di kantor, sangat tampak bahwa Sayyid terlihat pasif, tidak berani berkomunikasi dengan guru. Ini beda banget dengan di TK dan SDIT Alam, di mana dia sangat komunikatif dengan Ustadz dan Ustadzah. Pergaulan dengan guru - guru di Jogja sangat terasa di hati bukan hanya untuk Sayyid, bahkan untuk kami sebagai orang tua.

Maka kami pun memanfaatkan kesempatan berkomunikasi dengan pihak sekolah apa - apa yang tidak memuaskan kami, terutama soal komunikasi antara kami dan guru. Komunikasi ini sudah dimulai dari buku perantara/komunikasi guru dan ortu, juga komunikasi yang kami lakukan lewat sms atau telepon. Sms yang kami kirimkan ke guru kelas lebih sering tidak mendapat respon, dari buku komunikasi juga sering harus kami ulang tulisan kami baru direspon. Akhirnya lama - lama kami enggan berkomunikasi kalau tidak kepepet. Dan di saat aku sudah membuat kesepakatan meninggalkan Sayyid di sekolah dengan guru kelas, ternyata hasilnya tidak memuaskan juga. Sayyid komplain kenapa gak diberitahu, penjelasan pun kuberikan. Intinya ketika pagi itu Sayyid kutinggal di kelas, bukan sikap simpatik yang dilakukan guru untuk menenangkan Sayyid. Tapi saat Sayyid menangis hanya kata - kata "Senyap!..Senyap!" alias menyuruh diam saja yang diucapkan guru (Sayyid cerita ketika perjalanan pulang). PADAHAL AKU SUDAH KOMUNIKASIKAN, tolong ajak Sayyid bercakap = bicara=ngobrol. Tentu agar suasana cair, agar rasa takutnya hilang, dst...yang kalau kita belajar 'communication skill' tentu tau teori bagaimana berkomnikasi dengan orang lain. Lha sama orang dewasa aja kita mesti lihat latar belakang lawan bicara mungkin budayanya, atau pendidikannya, lihat juga suasana hatinya, cara berpikirnya dst. Apalagi berbicara sama anak - anak yang mempunyai cara berpikir berbeda dengan orang dewasa!!

Sudahlah! Memang 'hopeless' juga akhirnya aku dengan penanganan masalah ini oleh guru kelasnya. So...kami akhirnya membuat keputusan besar yang sebenarnya dulu saat di Sekolah Kebangsaan sudah terlintas di benakku. Keputusan apa itu? Ah..bukan waktunya sekarang membeberkan hal ini. Kami sekarang fokus mempersiapkan tes akhir kenaikan kelas untuk Sayyid. Berbagai perencanaan pendidikan untuk Sayyid kami susun ulang. Aku selalu memotivasi diriku sendiri, ingat firman Allah dalam Alquran surat Al Insyirah:5-6: 'Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan', 'Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan'. Ya Allah, semoga Engkau senantiasa memberikan yang terbaik untuk keluarga kami, Amin.




7 comments:

masimet said...

subhanallah, u're really a strong mummy. smg allah memudahkan.

abi teringat dg hobi sayyid yg sangat maniak baca buku. terakhir, abi dengar dia mendongeng dg kawan sebayanya tentang geografi, tembok cina, urutan negara terpadat penduduknya, hutan amazon. tidak hanya itu, dia bisa lancar menjelaskan apa dan bgmn lapisan ozon bisa rusak, proses biologi dlm tubuh manusia, dan masih banyak lagi. what an 8yrs boy? sungguh banyak potensinya bisa digali lagi.

kita tunggu tulisan 'apa keputusan besar' yg ummi janjikan itu?

ps:tulisan ummi makin bagus, alur dan kalimat ngalir. keep writing mom..

- Keluarga Elkis Liyunita Riyadi - said...

thanx honey. kita mesti jadi teamwork yang solid, so berbagai ujian lebih ringan dengan dihadapi bersama. Sayang kalo potensi Sayyid jadi mentog karena lingkungan yang tidak kondusif. So, sbg ortu kita harus belajar terus-menerus dalam mendidik anak-anak tercinta.

Norazlin said...

salam, akak amat respect pada kamu berdua suami isteri. Sekolah bukan suatu tempat yang baik sekiranya menyiksa jiwa anak untuk ke sana kan.

Umi Lily said...

assalamualaikum...salam kenal dari keluarga Adhi HS di Depok.. sedih kala membaca tulisan umi sayyid di email yang kebetulan di forward ke saya..
Pendidikan adalah hal yang penting bagi setiap orang karena dengan pendidikan seorang anak yang lugu dan polos dapat mengetahui luasnya cakrawala dunia... namun apa yang terjadi jika kertas yang polos dan halus itu menjadi terlipat dan enggan terbuka??.. mendidik dengan HATI dan CINTA... itu yang saya tidak lihat dalam hal ini di tmpt belajarnya... pengajaran hanya difokuskan pada sisi akademisi saja tanpa mempertimbangkan hati apalagi kasih sayang... Sementara kedua orangtua amat respect dengan hal itu...
Saya jadi ingat pengalaman saya menjadi guru SDIT di depok.. berapa lembar surat teguran akan kami terima dari orangtua jika itu terjadi pada anaknya disini?? berlembar-lembar teguran itu akan dituliskan dibuku komunkasi dan kami pun membalasnya seperti cerita bersambung..belum lagi dilanjutkan dengan proses terapi psikolog di sekolah, walaupun hanya masalah kecil dan dpt diselesaikan esok harinya misalkan sepatu anaknya tertukar dengan temannya atau ada temannya yg meminjam alat tulis si anak dan lupa untuk mengembalikannya.. Tahun ajaran lalu bahkan ada seorang anak yang sempat mogok masuk ruang kelas hanya karena gurunya lupa memanggil namanya..karena si anak menganggap gurunya tidak sayang lagi padanya.. sungguh kita harus bangga karena ternyata anak-anak indonesia(minimal yg saya pernah temui) terbiasa di didik dengan hati, cinta dan kasih sayang di pendidikan dasarnya.. sehingga ketika kekerasan itu hadir di depan mata mereka... bukan hanya kerkerasan fisik tapi juga psikis karena melihat teman mereka diperlakukan tidak baik.. mereka menjadi tidak nyaman( bukan takut)..
Sekali lagi semoga bapak dan ibu bisa memberikan planing terbaik buat ananda sayyid...ditunngu planingnya..jzklh

- Keluarga Elkis Liyunita Riyadi - said...

@Kak Lin, thanx 4 ur support. Sememangnya sekolah menjadi tempat yang menyeronokkan(Indns:menyenangkan) buat anak2. Bukan malah menyeramkan :-(

@Lily, salam kenal jg dr kami sekeluarga.
Ukhti tentunya lebih berpengalaman dan bisa menyelami dunia anak yg unik dan penuh kejutan ;-).
Bertukar pikiran dg org yg cinta anak lebih memotivasi saya utk meningkatkan kemampuan sbg sorg ibu. Pengalaman saya berkomunikasi dg pihak sekolah khususnya Ustz sejak Sayyid playgroup mmg memuaskan. Bahkan hub persaudaraan sgt dekat sampai2 kami saling berkunjung, dr 11 guru slm 4th hanya 1 guru yg tdk sempat kami kunjungi. Masih sedikit tampaknya sekolah yg memperhatikan pendidikan yg seimbang ant otak knn-kr, fisik, hati/mental spiritual dan dibarengi sikap penuh cinta dan empati.

beasiswaln said...

Masya Allah..

Tulisannya bagus...

Sayyid kangen banget sama abinya ya..

Semoga semakin pintar sayyidnya..

Salam buat keluarga..

Ario, Taipei

- Keluarga Elkis Liyunita Riyadi - said...

Makasih om ario. Sekarang Sayyid sudah bisa main sama abinya tiap hari. Skrg tambah pintar alhamdulillah.