Saturday, December 11, 2010

Kegiatan Anak 5 dalam 1

Anak-anak yang sempat merasakan bersekolah di Indonesia kemudian melanjutkan sekolah di Malaysia umumnya merindukan suasana seru bermain dengan teman sebaya (sharing kawan2 dr Kajang, Bangi, Serdang, KL). Pada saat bersekolah di Indonesia biasanya anak-anak punya aneka macam permainan khususnya permainan 'outdoor' seperti betengan, tali karet, dll (susah nyebutin namanya). Kalau tinggal di perumahan yang banyak anak Indonesianya ya, lumayan (seperti di lorong kami) bisa melakukan variasi permainan. Namun kalau tinggal di apartemen, flat atau rumah teres yang minim anak Indonesianya terasa banget sepinya.
Meskipun anak-anak ini berinteraksi juga dengan anak Melayu, India dan Cina tapi mengajak permainan ala Indonesia sulit untuk dilakukan. Masalah komunikasi, adat kebiasaan masing-masing boleh jadi mempersulit keinginan ini. Demikian pula di lingkungan sekolah, permainan tentu ada tapi memang beda dengan model permainan 'outdoor' ala Indonesia. Setidaknya hal tersebut dirasakan oleh anak-anak yang kami kenal di daerah Kajang, Bangi, Serdang, Kuala Lumpur. Oleh karenanya, dalam kegiatan pengajian anak di Kajang Utama kecuali untuk antisipasi jenuh mengaji juga untuk eksplorasi potensi dan memuaskan dahaga permainan seru, senantiasa kami programkan kegiatan yang variatif. Foto-foto berikut merupakan rekaman aktivitas 5 dalam 1 di Bulan Agustus y.l. meliputi :

1. Kegiatan memasak di Pos 1 terdiri dari mengiris tempe, membumbui dan menggoreng tempe.
2. Mencari jejakDari Pos 1 s.d. Pos 3 (memahami tanda/petunjuk).
3. Tugas membuat mahkota dari daun namun dengan perintah yang divariasi dengan teka teki. Sehingga anak belajar menggunakan logika dalam memecahkan teka teki dan memahami perintah. Selain itu anak belajar berkreasi dengan memanfaatkan alam sekitar.
4. Belajar melalui kuis pada Pos 2 disertai nasyid, dll.
5. Menikmati hasil memasak pada Pos 1 yaitu tempe goreng, sebagai lauk pelengkap nasi soto yang sudah kami siapkan. Di sini mereka belajar memetik hikmah bahwa dari usaha sendiri (menggoreng tempe) akan dinikmati buah dari usaha tsb. Di pos terakhir ini selain mengembalikan energi mereka juga merasakan nikmatnya kebersamaan, sehingga mempererat ukhuwah di antara kami semua.

Pada saat mengiris tempe, membumbui dan menggoreng tempe terlihat
antusiasme mereka, padahal mayoritas anak adalah laki-laki. So, janganlah lagi apriori terhadap keinginan anak meskipun laki-laki untuk ikut membantu memasak orang tuanya. Keinginan anak-anak seperti ini pertanda mereka senang bereksplorasi dan mencoba banyak hal. Beri kesempatan kepada mereka agar mereka merasa dihargai dan semakin mengasah kecerdasan serta ketrampilan diri.








2 comments:

astari said...

Ass., mo sumbang cerita y mbak...:) mungkin problem bermain spt yg mbak ceritain adalah problem utk kehidupan d kota besar, spt d Jakarta pun spt itu, jd bukan saja masalah budaya asal, tp lebih kepada budaya hidup di perkotaan/daerah. Kebetulan kami hidup di daerah, Kuala Terengganu, yg tentu berbeda dgn KL/Selangor, tp anak2 tidak mengalami masalah dlm hal permainan dgn teman2 sebayanya, d lingkungan kami bisa dibilang kami satu2nya keluarga Indonesia, jd semua teman2 anak2 saya adalah warga lokal(Malaysia), permainan mereka secara rata2 sama dgn permainan anak2 Indonesia, mungkin krn latar budaya asia tenggara, jd tidak berbeda jauh. Hanya istilah permainan dan nyanyian dlm bermain yg berbeda alias mereka menggunakan bahasa lokal.Main karet ? itu favorit , main benteng, tak jongkok,engklek,dsb merupakan permainan sehari-hari, tp nmnya beda. Jadi menurut saya "permainan2 'outdooor' ala Indonesiat" tsb bukan sj dikenal d Indonesia,tp sdh dikenal jg d sini sjk lama, hanya sj diperkotaan sdh tidak terlalu dipakai, cb sj d Jakarta dgn suasana apartemen, flat, anak2nya jg jrg berinteraksi dan jarang bermain permainan tsb.Msl bahasa bisa diatasi oleh anak2, bhs daerah terengganu sm sekali berbeda dgn bhs melayu baku, spt d kita ada bhs daerah, tentu berbeda dgn bhs Indonesia. Tp dgn permainan outdoor tsb anak2 bs mengatasi msl bahasa. So, apa yg mbak tulis :"Anak-anak yang sempat merasakan bersekolah di Indonesia kemudian melanjutkan sekolah di Malaysia umumnya merindukan suasana seru bermain dengan teman sebaya" , saya rasa tidak tepat, karena tidak berdasarkan data yg akurat, seperti survey, wawancara dgn keluarga2 Indonesia d daerah2 lain d Malaysia. Jadi tidak bs mewakili. Mungkin bs ditulis sesuai dgn kejadian , misalnya anak2 d lingkungan tempat tinggal mbak sekeluarga, memang sdh d tulis tp lbh baik tulisan d awal tidak spt itu. Atau anak2 Indonesia yang tinggal d KL, Selangor, Johor(yg mmg kota2 besar).Karena bs meninimbulkan bias, bg orang awam yg blm pernah melihat atau merasakan hidup d sini bs menganggap hal tsb terjadi d merata tempat d sini. Karena apa yg kita tulis d dunia maya bisa dibaca semua orang.
Mungkin itu cerita dr saya, semoga bisa menambah wawasan kita semua. Salam dari Kuala Terengganu.

- Keluarga Elkis Liyunita Riyadi - said...

wa'alaikumsalam wr wb
alhamdulillah nyambung lagi mbak astari. saya senang dengan tanggapannya. memang bisa iya dan bisa tidak apa yang saya tulis menurut pandangan pembaca dengan pengalamannya dan sudut pandang masing2. betul sy setuju di jakarta pun untuk yg tinggal di apartemen atau kawasan elit bisa jadi tidak mengenal aktivitas spt dlm tulisan sy. jadi memang spt yg sy tulis bhw hal sy sebutkan dirasakan oleh anak2 yg kami kenal dan termasuk cerita kawan2 di kota2 yg sy sebutkan. jadi saat membaca bagian awal tulisan sebagian orang mgk akan terkejut, tapi kalau kt membaca suatu tulisan memang akan berbeda memahaminya kalau membaca utuh dibandingkan parsial saja. namun demikian sy paham sy menangkap maksud mbak astari ttg pernyataan di bagian awal. Kalau untuk menulis bukan karya ilmiah sy rasa bisa didasarkan pada pengamatan dan pengalaman, itu artinya opini penulis. mbak astari pun bisa sharing melalui blog apa yg mjd pengalaman mbak astari di trengganu. shg bs memberikan keluasan informasi. jazakillah. wassalamu'alaikum.