Thursday, December 16, 2010

Pengaruh Televisi Terhadap Anak

Seorang teman bercerita, anak-anaknya mulai mengucapkan kata-kata yang buruk belakangan ini. Selidik punya selidik ternyata gurunya tak lain adalah film-film kartun di televisi. Anaknya padahal anak perempuan yang sifatnya kalem seusia Asya. Bagaimana lagi jika anak yang energik menonton tayangan-tayangan penuh kekerasan semacam naruto atau film-film kartun lucu yang mengajarkan pukul-pukulan. Lain lagi dengan tetangga saya, justru dia membiarkan anak-anaknya menonton televisi sesuai keinginannya dengan alasan kasihan sudah sekolah full, pagi sekolah agama sementara siang sekolah umum. Jadi televisi menjadi hiburan bagi anaknya setelah capek seharian sekolah. Saya selalu ingat sharing seorang Psikolog Mohammad Faudzil Adhim, beliau bilang saya tidak mau punya televisi kalau belum bisa menguasai televisi. Nah, kalau menurut pengertian saya, maksud pernyataan dikuasai TV bisa dicontohkan seperti ini :
-Kalau ibu-ibu waktu masaknya gak mau benturan sama jadwal TV, nyetrika pun sambil matanya tidak lepas dari TV.
-kalau Bapak-bapak punya tontonan favorit, asyik sendiri nontonnya sementara anak dan istri mau ngajak ngobrol disuruh pergi karena mengganggu.
-bila anak-anak asyik nonton TV berjam-jam tiap hari, ada teman-temannya datang pada main bermacam mainan eh..asyik sendiri nonton TV.
Kebalikannya kalau kita bisa menguasai TV artinya kita bisa mengatur tayangan apa yang bermanfaat yang bisa ditonton, kapan waktunya anggota keluarga bisa nonton, berapa lama boleh menonton dan janganlah kita dalam beraktivitas mencocokkan dengan jadwal tv.
Jadi bagaimanakah seharusnya kita memanfaatkan televisi di rumah?

Berbagai kasus tindak kekerasan semakin banyak kita baca atau tonton di media cetak maupun elektronik dewasa ini. Pelakunya bukan hanya orang berusia dewasa, anak-anak pun banyak yang melakukan kekerasan baik kekerasan fisik, seksual maupun psikis. Dari berbagai seminar dan kegiatan parenting saat masih di Jogja, bertambahlah informasi saya bahwa tayangan televisi berperan dalam mempengaruhi perilaku buruk anak-anak. Tampaknya orang tua zaman sekarang harus lebih disiplin dalam memantau aktivitas anak. Masalahnya apakah ini berarti orang tua berperan bak seorang satpam yang tidak lepas dari mengawasi gerak-gerik anak? Wah, kalau yang seperti ini malah berarti membuat anak tidak mandiri dan anak pun merasa tidak dipercaya. Lagi pula mana bisa orang tua mengawasi anak terus-menerus, iya, kan? Disiplin di sini artinya orang tua selalu memantau tontonan anak (sebelumnya dibuat kesepakatan tayangan yang akan ditonton), menjaga ketertiban waktu nonton anak dan bila diperlukan mendampingi anak menonton acara televisi.


Televisi merupakan salah satu sarana efektif dalam penyampaian suatu pesan, misi atau nilai. Contohnya setelah anak menonton iklan susu formula atau snack apalagi yang ditonton berulang-ulang, maka anak mudah tergiur untuk minum susu formula atau makan snack seperti yang diiklankan. Hal ini disebabkan sifat anak yang suka meniru, apalagi kalau yang mengiklankan merupakan tokoh idolanya. Maka apabila tokoh kartun yang rutin ditonton suka memaki bahkan memukul akan mudah ditiru anak yang berakibat mempengaruhi pembentukan karakter anak menjadi tidak baik.

Saat di Yogya dulu anak-anak saya pun menonton naruto. Suatu saat saya pernah ikut menonton di mana saat itu menayangkan adegan pembunuhan. Saya sangat terkejut menyaksikan adegan vulgar yang ditampilkan secara jelas dan sadis. Ada gerakan menyerang dengan pisau atau pedang, ada korban dan darah. Astagfirullah! Saya saat itu segera memberikan penjelasan bahwa adegan tersebut adalah buruk karena menyakiti orang lain, dst. Saya sampaikan juga seharusnya tontonan anak-anak tidak menampilkan tindak kekerasan, justru sebaliknya mengajarkan anak berbuat kebaikan. Akhirnya beberapa waktu kemudian setelah diperkuat berbagai informasi yang saya peroleh tentang muatan negatif film kartun naruto, saya sampaikan kepada anak-anak untuk tidak menonton lagi kartun ini. Kecewa? Pastilah. Tetapi karena sejak mereka bayi biasa diajak komunikasi, maka mereka pun bisa diajak diskusi mengenai masalah ini dan akhirnya menerima penjelasan saya. Tetapi biasanya kalau ada acara yang distop kami bolehkan memilih acara atau film lain sebagai pengganti dengan syarat yang mendidik atau cukup aman (ada diskusi lagi yang kami lakukan untuk memilih tayangan pengganti).

Waktu itu film lain yang menjadi kesukaan Sayyid selain naruto saat usia sekitar 6 tahun adalah Ronaldowati (yang kurang mendidik juga). Film ini bukannya memotivasi anak untuk tekun berlatih dan berusaha sungguh-sungguh untuk mencapai cita-cita, tapi malah mengajarkan anak berpikir instan dapat pertolongan gaib(seide dengan kantong ajaib doraemon) dan suka magic(bantuan dengan kekuatan gaib menyerupai harimau, dll yang tidak syar'i). Beruntungnya masih ada acara mendidik yang dikemas menarik yang disukai Sayyid terlebih lagi Asya, yaitu Si Bolang Bocah Petualang, Laptop Si Unyil dan Jalan Sesama. Kalau kartun yang disukai The Rugrats, Blue's Clues. Tapi karena Sayyid bertambah besar sepertinya bosan sama blue's clues. Kartun yang kami batasi antara lain spongebob, doraemon.

Waktu menonton pun kami batasi. Menurut pakar psikologi anak, waktu menonton televisi bagi anak maksimal 1 jam tiap hari, ada juga yang berpendapat 2 jam. Saat menonton televisi otak si anak jadi pasif, bagi anak yang bakat gemuk juga akan lebih mudah bertambah berat badannya dengan nonton TV. Otak anak-anak 80% berkembang hingga usia 3 tahun, sisanya masih berkembang hingga rentang usia 12-14 tahun. Untuk perkembangan otak yang optimal diperlukan stimulasi atau eksplorasi, sehingga kebanyakan nonton TV akan menghambat perkembangan otak anak. Oleh karenanya nak-anak memerlukan banyak aktivitas yang bersifat stimulatif dan eksploratif, terlebih lagi pada diri mereka tersimpan energi besar. Tinggal orang tuanya yang mengarahkan/memprogramkan dan memfasilitasi kebutuhan anak untuk perkembangan yang optimal. Sebuah tantangan yang besar untuk mendidik putra putri kita demi masa depannya dunia akhirat.

No comments: